24 Mei 2019 • Siaran Pers
Salat Idul Fitri di Semen Padang Lancar
1533 Kali dilihat
PADANG (5/6/2019) - Meski sempat diguyur hujan pada Subuh, Salat Idul Fitri 1440 Hijriah yang digelar di lapangan Plaza Kantor Pusat PT Semen Padang berjalan lancar dan dihadiri ribuan jamaah yang didominasi oleh masyarakat lingkungan perusahaan, Rabu (5/6/2019) pagi.
Sebagai khatib, Dosen Tetap Fakulktas Syariah UIN Sultan Syarif Kasim (Suska) Riau, Dr. H. Mawardi M Saleh, Lc, MA. Salat Id tersebut juga diikuti jajaran Direksi dan Komisaris PT Semen Padang, serta sejumlah staf pimpinan.
Di antaranya Direktur Utama Yosviandri, Direktur Operasi Firdaus, Komisaris Khairul Jasmi, dan Kepala Departemen Komunikasi & Hukum Perusahaan, Oktoweri, serta sejumlah tokoh masyarakat di lingkungan perusahaan semen kebanggaan masyarakat Sumbar tersebut.
Dr. H. Mawardi M Saleh, Lc, MA dalam khotbah berjudul Melestarikan nilai-nilai Ramadhan menyampaikan bahwa Hari Raya Idul Fitri yang penuh berkah ini tentunya dirayakan dengan suasana penuh bahagia atas kemenangan dari perjuangan selama satu bulan penuh dalam melawan dan mengendalikan hawa nafsu, berjihad untuk menegakkan perintah Allah dan mencegah segala laranganNya.
"Doa kita, semoga Allah berkenan menerima ibadah puasa dan seluruh amalan saleh yang telah kita lakukan, menutupi seluruh kekurangan serta mengampunkan seluruh dosa, kesalahan dan kelalaian selama Ramadhan, menjadikan semua kita benar-benar tergolong disisiNya sebagai Al Faizin Al muttaqin," katanya.
"Kegembiraan kita hari ini bukanlah karena dengan kepergian Bulan Ramdhan, kita kembali bisa bebas makan minum, lepas dari larangan-larangan puasa, kepergiannya malah kita sedihkan. Sedih karena terasa terlalu cepat berlalu, padahal momentumnya belum kita maksimalkan untuk mengokohkan ketaqwaan diri," imbuhnya.
Dalam khutbah tersebut, mantan Imam Besar Markaz Islami (Islamic Center) Kabupaten Kampar, Provinsi Riau itu juga menyampaikan bahwa Bulan Ramadan yang telah dilalui bukanlah bulan hanya sekedar untuk menumpuk amal. Akan tetapi bulan latihan dan training untuk membiasakan diri dengan berbagai nilai-nilai ketakwaan.
"Kemenangan hakiki yang diraih selama bulan Ramadhan, adalah ketika kita mampu melestarikan nilai-nilai ketakwaan tersebut untuk kita terapkan dalam hidup kita di masa-masa yang akan datang yang pada akhirnya kita istiqomah hingga kematian tiba," ujarnya.
Ada lima nilai yang mesti dilestarikan dalam hidup. Pertama, rasa takut kepada Allah SWT. Selama Ramadhan, umat Islam amat sangat takut kepada Allah SWT. Semua perintah Allah dipatuhi, laranganNya hindari. Perasaan takut kepada Allah itu mari dilestarikan hingga mati.
"Krisis kita saat ini adalah krisis tidak adanya rasa takut kepada Allah SWT, sehingga muncul sikap-sikap memperturutkan hawa nafsu. Andai seorang suami takut kepada Allah, maka ia tidak akan menyia-nyiakan istri dan anak-anaknya. Jika seorang istri takut kepada Allah, ia tidak akan mengkhianati suaminya," ungkap Mawardi.
Kemudian, lanjutnya, jika seorang anak takut kepada Allah, maka ia tidak akan menjadi anak durhaka yang menyia-nyiakan kedua orang tuanya. Andai rakyat takut kepada Allah, maka tidak akan ada rakyat melawan pemimpin. Andai pemimpin takut kepada Allah, maka tidak akan ada pemimpin yang memakan hak, menganiaya dan mengkhianati rakyatnya.
"Rasa takut itulah yang menghalangi orang dari perbuatan membunuh sesama, perbuatan zina, dan mencegah manusia terjerumus ke dalam perbuatan mengikuti hawa nafsu. Allah berfirman dalam Qs. an-Nazi’at; Orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya)†kata Mawardi.
Nilai yang kedua, kata Mawardi melanjutkan, yaitu melestarikan nilai kejujuran. Di saat puasa, kejujuran mewarnai kehidupan. Untuk itu, setelah berpuasa sebulan Ramadan, semestinya harus mampu menjadi orang-orang yang selalu berlaku jujur, baik jujur dalam perkataan, jujur dalam berinteraksi dengan orang, jujur dalam berjanji dan segala bentuk kejujuran lainnya.
"Dalam kehidupan masyarakat dan bangsa kita sekarang ini, kejujuran merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Banyak kasus di negeri kita yang lambat selesai bahkan tidak selesai-selesai karena tidak ada kejujuran. Kalaulah yang bersalah itu mengaku saja secara jujur bahwa dia bersalah, tentu dengan cepat persoalan bisa selesai,"
"Ibadah puasa telah mendidik kita untuk berlaku jujur kepada hati nurani kita yang sehat dan tajam. Bila kejujuran ini tidak mewarnai kehidupan kita sebelas bulan mendatang, maka pendidikan dari ibadah Ramadan yang kita jalankan selama sebulan penuh, maka kita menemukan kegagalan," bebernya.
Kemudian nilai ketiga, sebut ustadz kelahiran Bangkinang, 24 Juni 1969 silam itu, adalah semangat berjamaah, dan berbagi kepada sesama. Allah perintahkan selama satu bulan Ramdhan umat Islam secara berjamaah melakukan ibadah puasa, tanpa membedakan antara laki dan perempuan, pemimpin dan rakyat, orang kaya dan miskin, secara bersama menahan lapar, haus.
"Marilah semangat berjamaah dan berbagi kepada sesama kita jaga, pupuk dan lestarikan dalam kehidupan kita sesudah Ramadan ini, apalagi kita menyadari bahwa kita tidak mungkin bisa hidup sendirian. Sehebat apapun kekuatan dan potensi diri yang kita miliki, kita tetap sangat memerlukan orang dan pihak lain. Itu pula sebabnya, dalam konteks perjuangan Allah mencintai hamba-hamba-Nya yang berjuang secara berjamaah," tuturnya.
Nilai keempat, yaitu kemampuan mengendalikan diri dan hawa nafsu. Menurut alumni Madinah Islamic University itu, puasa Ramadan adalah proses pengendalian diri dari hal-hal yang pokok seperti makan dan minum. Namun sayangnya, banyak orang telah dilatih untuk menahan makan dan minum yang sebenarnya pokok, tapi tidak dapat menahan diri dari hal-hal yang tidak perlu.
"Kemampuan kita mengendalikan diri dari hal-hal yang tidak benar menurut Allah dan Rasul-Nya merupakan sesuatu yang amat mendesak. Bila tidak, kehidupan ini akan berlangsung seperti tanpa aturan, tak ada lagi halal dan haram, tak ada lagi haq dan bathil, bahkan tak ada lagi pantas dan tidak pantas atau sopan dan tidak," bebernya.
Nilai terakhir, adalah menyambung Silaturrahim. Mantan Penasehat Himpunan Pelajar Indonesia se-Arab Saudi itu mengajak setelah Ramsdan ini, hubungan baik dengan keluarga terus dilanjutkan dalam Silaturrahim, dan hubungan dengam sahabat dalam pertautan Ukhuwwah Islamiyyah, agar kehidupan penuh berkah.
"Rasulullah Saw bersabda 'siapa yang ingin dilapangkan rezekinya, dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung silaturrahim'.
Sebaliknya, orang-orang yang memutus silaturrahim, maka tidak akan masuk surga. Hubungan yang baik dapat mengampuni dosa-dosa,†katanya.
Santuni Anak Anak Panti
Selain menggelar Salat Id, PT Semen Padang seperti Hari Raya Idul Fitri tahun-tahun sebelumnya, kembali menyambung tali asih dengan mengajak anak Panti Sosial Anak Asuh Lubuk Kilangan di Wisma Indarung. Kegiatan yang dilakukan setelah Salat Id itu, juga dihadiri Dirut Yosviandri, dan Direktur Operasi Firdaus, serta Komisari Khairul Jasmi.
Usai menjamu anak panti asuhan, manajemen perusahaan semen plat merah itu kemudian menyerahkan santunan berupa uang tunai kepada anak asuh sebagai tali asih. "Mudah-mudahan, santunan ini bisa dimanfaatkan untuk memenuhui kebutuhan selama lebaran," kata Dirut PT Semen Padang, Yosviandri usai menyerahkan santunan.(*)
Sebagai khatib, Dosen Tetap Fakulktas Syariah UIN Sultan Syarif Kasim (Suska) Riau, Dr. H. Mawardi M Saleh, Lc, MA. Salat Id tersebut juga diikuti jajaran Direksi dan Komisaris PT Semen Padang, serta sejumlah staf pimpinan.
Di antaranya Direktur Utama Yosviandri, Direktur Operasi Firdaus, Komisaris Khairul Jasmi, dan Kepala Departemen Komunikasi & Hukum Perusahaan, Oktoweri, serta sejumlah tokoh masyarakat di lingkungan perusahaan semen kebanggaan masyarakat Sumbar tersebut.
Dr. H. Mawardi M Saleh, Lc, MA dalam khotbah berjudul Melestarikan nilai-nilai Ramadhan menyampaikan bahwa Hari Raya Idul Fitri yang penuh berkah ini tentunya dirayakan dengan suasana penuh bahagia atas kemenangan dari perjuangan selama satu bulan penuh dalam melawan dan mengendalikan hawa nafsu, berjihad untuk menegakkan perintah Allah dan mencegah segala laranganNya.
"Doa kita, semoga Allah berkenan menerima ibadah puasa dan seluruh amalan saleh yang telah kita lakukan, menutupi seluruh kekurangan serta mengampunkan seluruh dosa, kesalahan dan kelalaian selama Ramadhan, menjadikan semua kita benar-benar tergolong disisiNya sebagai Al Faizin Al muttaqin," katanya.
"Kegembiraan kita hari ini bukanlah karena dengan kepergian Bulan Ramdhan, kita kembali bisa bebas makan minum, lepas dari larangan-larangan puasa, kepergiannya malah kita sedihkan. Sedih karena terasa terlalu cepat berlalu, padahal momentumnya belum kita maksimalkan untuk mengokohkan ketaqwaan diri," imbuhnya.
Dalam khutbah tersebut, mantan Imam Besar Markaz Islami (Islamic Center) Kabupaten Kampar, Provinsi Riau itu juga menyampaikan bahwa Bulan Ramadan yang telah dilalui bukanlah bulan hanya sekedar untuk menumpuk amal. Akan tetapi bulan latihan dan training untuk membiasakan diri dengan berbagai nilai-nilai ketakwaan.
"Kemenangan hakiki yang diraih selama bulan Ramadhan, adalah ketika kita mampu melestarikan nilai-nilai ketakwaan tersebut untuk kita terapkan dalam hidup kita di masa-masa yang akan datang yang pada akhirnya kita istiqomah hingga kematian tiba," ujarnya.
Ada lima nilai yang mesti dilestarikan dalam hidup. Pertama, rasa takut kepada Allah SWT. Selama Ramadhan, umat Islam amat sangat takut kepada Allah SWT. Semua perintah Allah dipatuhi, laranganNya hindari. Perasaan takut kepada Allah itu mari dilestarikan hingga mati.
Kemudian, lanjutnya, jika seorang anak takut kepada Allah, maka ia tidak akan menjadi anak durhaka yang menyia-nyiakan kedua orang tuanya. Andai rakyat takut kepada Allah, maka tidak akan ada rakyat melawan pemimpin. Andai pemimpin takut kepada Allah, maka tidak akan ada pemimpin yang memakan hak, menganiaya dan mengkhianati rakyatnya.
"Rasa takut itulah yang menghalangi orang dari perbuatan membunuh sesama, perbuatan zina, dan mencegah manusia terjerumus ke dalam perbuatan mengikuti hawa nafsu. Allah berfirman dalam Qs. an-Nazi’at; Orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya)†kata Mawardi.
Nilai yang kedua, kata Mawardi melanjutkan, yaitu melestarikan nilai kejujuran. Di saat puasa, kejujuran mewarnai kehidupan. Untuk itu, setelah berpuasa sebulan Ramadan, semestinya harus mampu menjadi orang-orang yang selalu berlaku jujur, baik jujur dalam perkataan, jujur dalam berinteraksi dengan orang, jujur dalam berjanji dan segala bentuk kejujuran lainnya.
"Dalam kehidupan masyarakat dan bangsa kita sekarang ini, kejujuran merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Banyak kasus di negeri kita yang lambat selesai bahkan tidak selesai-selesai karena tidak ada kejujuran. Kalaulah yang bersalah itu mengaku saja secara jujur bahwa dia bersalah, tentu dengan cepat persoalan bisa selesai,"
"Ibadah puasa telah mendidik kita untuk berlaku jujur kepada hati nurani kita yang sehat dan tajam. Bila kejujuran ini tidak mewarnai kehidupan kita sebelas bulan mendatang, maka pendidikan dari ibadah Ramadan yang kita jalankan selama sebulan penuh, maka kita menemukan kegagalan," bebernya.
Kemudian nilai ketiga, sebut ustadz kelahiran Bangkinang, 24 Juni 1969 silam itu, adalah semangat berjamaah, dan berbagi kepada sesama. Allah perintahkan selama satu bulan Ramdhan umat Islam secara berjamaah melakukan ibadah puasa, tanpa membedakan antara laki dan perempuan, pemimpin dan rakyat, orang kaya dan miskin, secara bersama menahan lapar, haus.
"Marilah semangat berjamaah dan berbagi kepada sesama kita jaga, pupuk dan lestarikan dalam kehidupan kita sesudah Ramadan ini, apalagi kita menyadari bahwa kita tidak mungkin bisa hidup sendirian. Sehebat apapun kekuatan dan potensi diri yang kita miliki, kita tetap sangat memerlukan orang dan pihak lain. Itu pula sebabnya, dalam konteks perjuangan Allah mencintai hamba-hamba-Nya yang berjuang secara berjamaah," tuturnya.
Nilai keempat, yaitu kemampuan mengendalikan diri dan hawa nafsu. Menurut alumni Madinah Islamic University itu, puasa Ramadan adalah proses pengendalian diri dari hal-hal yang pokok seperti makan dan minum. Namun sayangnya, banyak orang telah dilatih untuk menahan makan dan minum yang sebenarnya pokok, tapi tidak dapat menahan diri dari hal-hal yang tidak perlu.
"Kemampuan kita mengendalikan diri dari hal-hal yang tidak benar menurut Allah dan Rasul-Nya merupakan sesuatu yang amat mendesak. Bila tidak, kehidupan ini akan berlangsung seperti tanpa aturan, tak ada lagi halal dan haram, tak ada lagi haq dan bathil, bahkan tak ada lagi pantas dan tidak pantas atau sopan dan tidak," bebernya.
Nilai terakhir, adalah menyambung Silaturrahim. Mantan Penasehat Himpunan Pelajar Indonesia se-Arab Saudi itu mengajak setelah Ramsdan ini, hubungan baik dengan keluarga terus dilanjutkan dalam Silaturrahim, dan hubungan dengam sahabat dalam pertautan Ukhuwwah Islamiyyah, agar kehidupan penuh berkah.
"Rasulullah Saw bersabda 'siapa yang ingin dilapangkan rezekinya, dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung silaturrahim'.
Sebaliknya, orang-orang yang memutus silaturrahim, maka tidak akan masuk surga. Hubungan yang baik dapat mengampuni dosa-dosa,†katanya.
Santuni Anak Anak Panti
Selain menggelar Salat Id, PT Semen Padang seperti Hari Raya Idul Fitri tahun-tahun sebelumnya, kembali menyambung tali asih dengan mengajak anak Panti Sosial Anak Asuh Lubuk Kilangan di Wisma Indarung. Kegiatan yang dilakukan setelah Salat Id itu, juga dihadiri Dirut Yosviandri, dan Direktur Operasi Firdaus, serta Komisari Khairul Jasmi.
Usai menjamu anak panti asuhan, manajemen perusahaan semen plat merah itu kemudian menyerahkan santunan berupa uang tunai kepada anak asuh sebagai tali asih. "Mudah-mudahan, santunan ini bisa dimanfaatkan untuk memenuhui kebutuhan selama lebaran," kata Dirut PT Semen Padang, Yosviandri usai menyerahkan santunan.(*)